Tanjung Benoa adalah sebuah Desa yang terkenal akan wisata baharinya. Secara Geografis, daerah ini terletak di ujung barat daya ‘kaki’ pulau Bali. Pada foto diatas adalah gambaran suasana terbaru kondisi yang ada di pintu masuk watersport. Namun tahukah Anda bagaimana sejarah Tanjung Benoa Watersport saat awal berdirinya?
Bali saat ini setidaknya memiliki 16 kawasan wisata tirta, salah satu di antaranya berlokasi di pesisir Tanjung Benoa. Ditetapkannya Tanjung Benoa sebagai resor wisata tirta — sebagaimana tercantum dalam SK Gubernur No.359/1993 — banyak pihak menilai sangat tepat. Sebab, dari sinilah lahir usaha watersport pertama di Bali yang bernama Benoa Marine Recreation (BMR) pada 1985. Kemudian, menyusul 10 usaha sejenis seperti Bali Nusawisata Bahari, dan lain-lain.
Tiap usaha watersport Bali memiliki keunggulan masing-masing, meski atraksi yang ditampilkan hampir sama. Antara lain diving adventures, fishing adventures, dolphin watching tour, private boat charter, parasailing, benana boat, surfbike, scuba diving dan blue-water rafting. Yang jelas atraksi wisata tirta di sini paling lengkap di Bali.
Desa Tanjung Benoa termasuk beruntung dikaruniai alam pantai seperti yang ada kini. Bibir pantai Tanjung Benoa memiliki laut yang aman, nyaman dan indah. Karang lautnya masih lestari, sehingga ombak akan pecah di luar, sebelum menyentuh bibir pantai. Karena itu, di pantai Tanjung Benoa dikenal istilah ”laut dangkal” dan ”laut dalam”. Artinya, pada laut dangkal ini semua aktivitas watersport dapat dilakukan.
Disamping sisi positifnya, pesisir Tanjung Benoa juga memiliki kekurangan berkaitan dengan pasang-surutnya air laut yang banyak bergantung kepada kondisi alam. Di sini dikenal istilah pasang purnama dan pasang tilem. Jika kena pengaruh bulan mati (tilem), atraksi wisata laut baru bisa dilangsungkan di atas pukul 11.00 hingga sore. Sebaliknya, kalau terkena pengaruh pasang purnama (bulan penuh), wisatawan bisa memulai aktivitas wisata tirta sejak pagi hari, sekitar pukul 09.00 hingga sore hari.
Sejarah Tanjung Benoa Watersport
Masyarakat Tanjung Benoa kini boleh berbangga. Selain memiliki warisan kekayaan dalam bentuk pesisir pantai yang indah, nyaman dan aman, kawasan ini sekarang siap bersaing dengan kawasan eksklusif di sebelahnya, yaitu BTDC (Bali Tourism Development Corporation) yang milik pemerintah.
Sejarah Tanjung Benoa Watersport dimulai pada awal 80-an, ketika di kawasan BTDC dibangun 14 hotel, masyarakat dan para perencana kawasan Tanjung Benoa penuh diliputi tanda tanya. “Desa Tanjung Benoa yang terletak di sebelah utara BTDC akan diapakan?” Berangkat dari tanda tanya ini, muncullah berbagai usulan, terutama untuk memanfaatkan wilayah ini sebagai penyangga BTDC. Sebagai daerah penyangga, pada awalnya Tanjung Benoa dinilai hanya cocok dibangun perumahan untuk menampung ribuan karyawan hotel yang bekerja di kawasan BTDC. Selain itu, pesisir kawasan Tanjung Benoa juga direncanakan sebagai tempat untuk melakukan berbagai aktivitas wisata tirta.
Waktu terus berpacu, hingga dua puluh tahun kemudian, kawasan ini berkembang pesat. Tanah yang telah dikuasai investor kemudian dibangun hotel-hotel yang justru menjadi saingan BTDC. Di sini bisa anda jumpai beberapa hotel dari kelas melati, bintang satu hingga bintang empat. Sementara atraksi wisata tirta berkembang amat pesat sejak dibangunnya BMR tahun 1985 oleh Ir. I Ketut Widia.
Di balik sisi positif perkembangan Tanjung Benoa, ternyata muncul masalah akibat kurang terkendalinya pembangunan sehingga memunculkan kekumuhan di kawasan ini. Masyarakat di lingkungan Tanjung Benoa membangun berbagai fasilitas kepariwisataan sekehendak hati, nyaris sama dengan yang terjadi di Kuta, Candidasa, Lovina, Seminyak dan Legian. Akibatnya itu tadi, kekumuhan wilayah yang berkembang tanpa terkendali tak bisa dihindari.
Mereka tidak lagi mengikuti norma-norma aturan seperti yang ditetapkan tetangganya, kawasan BTDC. Untungnya, para pengusaha yang ada di lingkungan Tanjung Benoa cepat sadar, kemudian mereka membentuk Komite Tanjung Benoa tahun 1996. Tujuannya, selain untuk promosi bersama agar Tanjung Benoa Bali sebagai resor wisata makin dikenal, komite juga mengelola dan menata lingkungan sekitarnya. Masalah sampah dan kebersihan jadi sasaran utama pihak komite, sehingga mampu mengubah suasana kumuh menjadi Tanjung Benoa yang bersih dan nyaman. Lalu, dibentuklah pasukan Green Team di masing-masing hotel.
Komite juga mengusulkan kepada pemerintah, agar secepatnya dibuat trotoar di sepanjang jalan utama Tanjung Benoa. Sekarang di sepanjang Jalan Pratama, selain bersih karena penanganan Green Team yang profesional, trotoar juga memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki. Meski demikian, kesadaran pengusaha di kawasan ini belum menyatu bulat. Dari ratusan pengusaha yang ada, hanya 24 perusahaan yang secara sukarela bergabung dalam Komite Tanjung Benoa.
Empat tahun kemudian, tepatnya tahun 2000, Pemerintah Kabupaten Badung juga menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Pesisir Pantai Tanjung Benoa. RTBL ini selanjutnya dijadikan pedoman di dalam menata pesisir pantai Tanjung Benoa, baik oleh masyarakat maupun komite.
Pesisir pantai Tanjung Benoa mencakup tujuh lingkungan/banjar, enam di antaranya masuk wilayah Kelurahan Tanjung Benoa (Banjar Kerta Pascima, Anyar, Tengah, Purwa Santi, Panca Bhineka, dan Banjar Tengkulung), sedangkan Banjar Terora masuk wilayah Kelurahan Benoa. Luas keseluruhannya 400,39 hektar, 226,64 hektar di antaranya adalah luar wilayah Banjar Terora. Dengan demikian luas wilayah Tanjung Benoa hanya 173,75 hektar.
Dulu, masyarakat tanjung Benoa hanya mengandalkan hasil pertanian lahan kering dengan tanaman kedelai, singkong dan sejenisnya dan juga menanam rumput laut. Namun sejak berkembangnya kepariwisataan di kawasan ini, kehidupan masyarakat bertambah makmur. Pendapatannya juga semakin meningkat.
Bagaimana dengan sejarah Tanjung Benoa Watersport diatas? semoga infonya bermanfaat. Jika punya unek-unek, silakan tulis komentarnya dibawah ini…